Sejarah Perpustakaan JIC
Perpustakaan Jakarta Islamic Centre (JIC) berdiri sejalan dengan pendirian Jakarta Islamic Centre. itu sendiri. Para penggagas Jakarta Islamic Centre atau nama resminya Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta, yakni para ulama dan tokoh Jakarta, sedari awal sudah mengamanahkan agar di kawasan seluas 10,8 hektar eks lokalisasi Kramat Tunggak ini ada perpustakaan bahkan museum/galeri. Hal ini pun sejalan dengan rekomendasi studi banding Tim Perumus JIC ke lembaga sejenis di 4 negara yakni Mesir, Iran, Prancis dan Inggris pada tahun 2002.
Dengan visi sebagai Pusat Peradaban Islam, Jakarta Islamic Centre tentunya memiliki tanggung jawab moril untuk memfasilitasi umat dalam rangka membangun pemikiran umat lewat penyediaan sarana perpustakaan sebagai pusat informasi dun
ia. Semangat ini juga mendorong perpustakaan Jakarta Islamic Centre agar dapat berperan menjadi “Learning Resources Center” dengan memberikan layanan dan fasilitas yang lengkap bagi terwujudnya pusat informasi Islam terdepan. Dan dengan tugas pokok dan fungsi JIC sebagai lembaga Pusat Pengkajian, maka keberadaan Perpustakaan di kawasan JIC adalah suatu kemutlakan. Kepentingan sumber daya informasi dan sumber daya riset menjadikan perpustakaan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari JIC. Oleh karena itu, keberadaan perpustakaan merupakan salah satu upaya dalam rangka merealisasikan visi dan misi JIC tersebut.
Dalam payung hukum awal pendirian Jakarta Islamic Centre, yakni Keputusan Gubernur Nomor 99 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Pusat Pengkajian dan Pembengangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre), Perpustakaan JIC secara struktur berada di bawah koordinasi Bidang Informasi Komunikasi, di Seksi Perpustakaan dan Penerbitan. Adapun saat ini Perpustakaan JIC berada di Sub Divisi Perpustakaan dibawah koordinasi Divisi Pengkajian dan Pendidikan sehingga kedudukan perpustakaan diharapkan dapat lebih memberikan dukungan pada kegiatan riset atau pengkajian JIC.
Dimulai dari Temu Pakar
Inisiasi Perpustakaan JIC dimulai melalui sebuah Forum Temu Pakar Perpustakaan dengan tema Model Perpustakaan Islam Jakarta Islamic Centre; sebuah Brainstorming yang dilaksanakan pada tanggal 9 November 2004. Acara ini adalah ide dari KH. Ahmad Syafii Mufid, APU selaku Kepala Bidang Pendidikan dan Latihan JIC saat itu dengan pelaksana teknis acara dilaksanakan oleh Paimun A. Karim (Staf Senior Bidang Informasi dan Komunikasi) selaku penanggung jawab seluruh kegiatan di Bidang Informasi dan Komunikasi saat itu. KH. Ahmad Syafi’i Mufid senantiasa menjadikan Baitul Hikmah di era Kekhilafahan Abbasiyah atau Library of Congress di Amerika Serikat sebagai benchmark pengembangan perpustakaan JIC.
Dalam acara Temu Pakar Perpustakaan tersebut, Pimpinan JIC ingin memperoleh gambaran utuh dari tiga perspektif tentang perpustakaan yang akan dibangun JIC yakni perspektif para pakar dan praktisi perpustakaan, perspektif penerbit buku dan perspektif pengguna (user). Hadir 16 pakar dan praktisi perpustakan yang membantu merumuskan bentuk perpustakaan JIC antara lain:
- H. Zulfikar Zen, S.S., MA (Sekjen Ikatan Pustakawan Indonesia /Fak. Sastra UI)
- H. Ahmad Fauzi Asran, SIP (Kepala Perpustakaan Fakultas Kedokteran UI)
- Hernandono, MLS, MA (Pustawakan Utama/Kepala Perpustakaan Nasional RI periode 1998-2001)
- M. Kailani Eryono (Pusdiklat Depag RI)
- Djuharno (Perpustakaan Nasional)
- Zurniaty, MLS (PDII LIPI)
- Zaenal Arifin Toy, MLS (UIN Syarif Hidayatullah)
- Ernalia Subagio, MM (Universitas Al Azhar Indonesia)
- Mohamad Aries, M.Lib (Perpustakaan Universitas Indonesia)
- B. Mustafa, M.Lib (Perpustakaan Institut Pertanian Bogor)
- Agus Syafii (Digital Islamic Library)
- Kesumawardhani (Perpustakaan Umum Daerah Prov. DKI Jakarta)
- Fauzi AS (Perpustakaan Umum Daerah Jakarta Selatan)
- Abdul Wahid M, Ali, SH (Perpustakaan Umum Daerah Jakarta Utara)
- H. Mansyur Razak (BPPMI Prov. DKI Jakarta)
- H. E. Koswara (BPPMI Prov. DKI Jakarta)
Seluruh ide dan gagasan para pakar perpustakaan tentang bentuk perpustakaan JIC tersebut diformulasikan bersama pimpinan JIC menjadi model perpustakaan peradaban Islam yakni dalam wadah PPII (Pusat Pengetahuan dan Informasi Islam) Perpustakaan JIC.
Perpustakaan JIC Resmi Beroperasi
Berbekal arahan para pakar, Bidang Informasi dan Komunikasi (Infokom) mulai mengimplementasikan gagasan pendirian perpustakaan. Langkah pertama, JIC mengembangkan dua model layanan Perpustakaan JIC yakni layanan konvensional dengan pengadaan koleksi cetak di ruang DKM sisi barat Masjid JIC dan layanan multimedia dengan perangkat audiovisual berada di Ruang Mushaf atau Ruang Audiovisual Lantai 1 bangunan Masjid JIC. Di ruang mushaf ini semula menjadi galeri 35 Ragam Iluminasi motif Mushaf Jakarta.
Langkah kedua, pada tahun 2005 Bidang Infokom mengusulkan perekrutan pegawai dari kalangan pustakawan sebagai kebutuhan mutlak pengelolaan Perpustakaan JIC. Dan hal ini terealisasi pada bulan September 2005 dengan berhasil merekrut sarjana fresh graduate dari Jurusan Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Niswati Fatimah, S.IP., sebagai Staf Perpustakaan (sekarang Kepala Perpustakaan JIC) dibawah koordinasi Staf Senior Bidang Informasi dan Komunikasi Paimun A. Karim, S.Si. (sekarang Kepala Sub Divisi Informasi dan Komunikasi JIC).
Langkah ketiga, menyiapkan Ruang DKM sisi barat Masjid untuk Perpustakaan JIC. Dan karena sudah ada rak-rak kayu segi delapan dalam jumlah cukup banyak, bagian dari pengadaan meubeler pembangunan Masjid JIC, maka makin memudahkan implementasi konsep perpustakaan. Demikian pula dengan Ruang Mushaf diubah fungsi dan namanya menjadi Ruang Audiovisual. Tata ruang perpustakaan dibagi untuk beberapa layanan yakni bagian rak buku, layanan Kids Corner dengan karpet, layanan multimedia untuk menonton video, layanan komputer dan internet serta ruang baca.
Langkah keempat, berburu koleksi buku-buku dan multimedia ke toko-toko buku dan sejumlah penerbit buku Islam. Strategi dalam pengadaan koleksi buku adalah mengejar target jumlah koleksi yang optimal dan layak sebagai perpustakaan. Dengan anggaran yang ada dimaksimalkan untuk mendapatkan buku sebanyak-banyaknya. Karenanya di awal-awal ini JIC tidak memperioritaskan pengadaan buku-buku referensi tetapi buku-buku populer yang diminati masyarakat, karya fiksi Islam, novel dan lain sebagainya. Setelah itu dilakukan klasifikasi dengan mengikuti sistem DDC (Dewey Decimal Classification).
Langkah kelima, Dalam aspek otomasi layanan perpustakan, JIC bekerja sama dengan pengembang aplikasi SIPISIS dari Tim Perpustakaan IPB, yang dipimpin oleh Drs. B. Mustafa, M.Lib., dengan dukungan database IndoMARC. MARC merupakan kepanjangan dari Machine Readable Cataloging yang merupakan standar penulisan katalog elektronik, Standar metadata katalog perpustakaan ini dikembangkan pertama kali oleh Library of Congress, format LC MARC ternyata sangat besar manfaatnya bagi penyebaran data katalogisasi bahan pustaka ke berbagai perpustakaan di Amerika Serikat, konsep ini akhirnya diadopsi oleh berbagai Negara termasuk Indonesia yang menggunakan INDOMARC.
Akhirnya, tepat pada tanggal 15 November 2005, Perpustakaan JIC secara resmi mulai operasional. Dan untuk layanan teknis ada penambahan pegawai baru, yakni Ivan Herlambang yang diangkat dari internal petugas kebersihan Masjid JIC. Praktis dalam pengelolaan dan layanan perpustakaan JIC dilakukan oleh 3 orang saja. Namun ternyata kehadiran perpustakaan JIC mampu menarik jamaah masjid dan masyarakat sekitar JIC.
Dalam waktu singkat pengunjung Perpustakaan JIC semakin banyak. Bahkan pada tahun 2008, dalam riset dan pendataan yang dilakukan oleh Kementerian Agama RI, menetapkan Perpustakaan JIC sebagai perpustakaan Masjid dengan jumlah pengunjung terbanyak se Indonesia. Saat itu jumlah pengunjung perpustakaan rata-rata sekitar 100 orang per hari. Hal ini tentunya menjadi suatu kegembiraan bagi JIC karena ternyata minat baca masyarakat sekitar JIC lumayan tinggi. Dan salah satu faktor kunci juga adalah strategi pengadaan koleksi buku yang dilakukan pengelola perpustakaan, yakni dengan membeli koleksi buku-buku populer yang disukai masyarakat contohnya novel Trilogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata (2005) yang kemudian diadaptasi menjadi film pada tahun 2008, ada juga novel-novel karya Habiburrahman El-Shirazy seperti Ayat-ayat Cinta dan buku-buku fiksi populer lainnya. Termasuk tidak segan-segan meminta saran kepada para pengunjung tentang jenis koleksi buku-buku yang mesti dibeli.
Selain itu, pengelola perpustakaan JIC juga rutin membuat kegiatan Diskusi dan Bedah Buku dengan menggandeng penerbit-penerbit buku terkenal. Antara lain bedah buku Davinci Code karya Dan Brown, buku karya Walneg S.Jas dengan judul “Siapa Bilang Membina Hubungan Baik Itu Susah” dan Fiqh Ekonomi Umar bin Khattab karya Dr. Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi terbitan Pustaka Al-Kautsar dengan menghadirkan Dr. KH. Didin Hafidhuddin, MA sebagai narasumber. Lantas setelah itu, Perpustakaan JIC semakin diminati dan dikenal. Dalam perkembangannya, perpustakaan JIC mengalami banyak kemajuan baik dalam koleksi, layanan maupun pengunjung.
Dalam rangka pengembangan layanan perpustakaan yang lebih optimal, pada tahun 2010 JIC melalukan studi pengembangan wawasan pengelolaan perpustakaan yang berorientasi pada kemajuan teknologi informasi terkini, benchmark-nya ke Perpustakaan Universitas BINUS dan Universitas Pelita Harapan di Lipo Karawaci yang sudah sangat bagus dan lebih maju dalam aspek pengembangan layanan informasi dan teknologi perpustakaan.
Pengembangan Perpustakaan JIC di Gedung Sosial Budaya
Setelah satu dekade berjalan, pada pertengahan tahun 2015 Perpustakaan JIC dipindahkan ke Gedung Sosial Budaya atau Gedung Diklat. Dan dalam perencanaan awal master plan kawasan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta, memang lokasi perpustakaan berada di sisi Timur Gedung Sosial Budaya ini. Di lokasi baru ini dengan luas lebih dari 2.500 meter persegi, penataaan ruangan dapat dilakukan dengan lebih baik, lebih nyaman, lebih artistik sehingga bisa memberikan beragam layanan kepada masyarakat atau jamaah Masjid Raya JIC. Pada tanggal 2 Maret 2020, Perpustakaan JIC memperoleh bantuan layanan BI Corner dari Bank Indonesia. Hal ini tentunya tidak lepas dari prestasi dan pencapaian yang telah diraih oleh perpustakaan JIC selama ini.
Di tengah kebutuhan informasi bagi semua kalangan sudah tak terelakkan lagi di era globalisasi sekarang ini. Dimana kaum muslimin dituntut untuk terus berpacu mengiringi derasnya arus informasi yang sudah tak terbendung. Kita pun tak dapat memungkiri bahwa dengan melimpahnya informasi, dari berbagai sumber itu menuntut peran perpustakaan menjadi media penelusuran informasi yang tepat dan akurat, sehingga dapat membangun budaya berfikir dan budaya belajar masyarakat.
Masjid memiliki peran besar untuk mengedukasi masyarakat agar menjadi umat yang cemerlang dan beradab melalui fasilitas perpustakaan. Data Penelitian Depag tahun 2005 menyebutkan bahwa dari jumlah 190.360 Masjid di Indonesia, masjid yang memiliki perpustakaan sekitar 37.951 (19,9 %). Hari ini, Perpustakaan JIC sudah eksis dengan sangat baik. Dengan jumlah koleksi yang besar, lebih dari 20 judul serta layanan unggulan yang makin menjadikan Perpustakaan JIC sebagai destinasi yang layak untuk dikunjungi. Dan sudah saatnya Perpustakaan JIC memainkan peran lebih jauh dalam mencerdaskan jamaah dan masyarakat sekitar Masjid Raya JIC sebagai wujud mengimplementasikan visi JIC menjadi pusat peradaban Islam.